Dadong, “Anak Muda” Film India

Penggemar film India selama ini identik dengan kaum hawa. Terutama bagi ibu rumah tangga. Tak jarang film yang mengandalkan tarian dan nyanyian ini menjadi teman mereka saat memasak di dapur.

oleh. Dedy Ardiansyah

Nah, kalau pun ada kaum pria yang menyukai film India mungkin jumlahnyatak seberapa. Pria yang langka itu adalah Usrizal Pulungan. Laki-laki berusia 32 tahun ini bisa dikatakan penggila film-film India. Kecintaannya terhadap film India ini bisa dilihat dari seabrek koleksi yang berbau India. Mulai dari kaset, VCD, DVD, poster, majalah, kacamata ala Amitab Bachan hingga pernak-pernik lain. Saking hobinya, ia bahkan pernah mencuri poster-poster film India dari sejumlah bioskop di Medan.

Usrizal Pulungan sebenarnya lebih akrab dipanggil Dadong. Ia lahir di Medan, tepatnya 11 April 1974. Setelah menamatkan SLTA, pria berkulit gelap ini melanjutkan pendidikan ke FISIP USU mengambil jurusan Komunikasi. Di keluarga, lelaki bertubuh gemuk inimerupakan anak sulung dari 5 bersaudara. Sejak lahir, ia diasuh oleh ibu angkatnya,Kamaliah dan Yusnah Siregar. Orang tuanya Usman Pulungan dan Sri Hafni tinggal di Jakarta.

Ia memanggil Kamaliah sebagai Emak. Sementara Yusnah Siregar ia panggil Ibu. Bersama Emaknya ini mereka tinggal di Jalan Sekata 4, kawasan Glugur By Pass. Dari orang tua angkat ini pula, ia mengenal film-film India.

“Kegemaran saya terhadap film India ini sudah terbentuk sejak kecil. Orang tua angkat saya sering mengajak saya nonton film-film India saat saya berumur 2 tahun,” katanya.

Ketika ia duduk di SMP, barulah ia menonton sendiri. Di usia itu, hampir seluruh bioskop di Medan yang memutar film-film India pernah ia jajaki. Amitab Bachan adalah tokoh idolanya. “

Sakarang ini, ia bekerja sebagai kameramen di Metro TV Medan. Meski punya aktifitas yang padat, tapi kecintaannya terhadap film India tak juga surut. Malah kian tinggi.

Berburu Barang Koleksi

Saat berkunjung ke rumahnya di Jalan Sekata 4 Gg Mawar Medan Selasa kemarin, lagu-lagu India mewarnai wawancara kami. Tak jarang ia ikut bersenandung mengikuti irama lagu tersebut.

Di kamarnya ada ratusan pernak-pernik yang berbau India. Mulai dari kaset tahun 60-an hingga DVD film India terbaru. Koleksi VCD nya ada 183 keping, 26 keping DVD dan 163 buah kaset. Sementara untuk majalah, tabloid dan poster ada ratusan.

Barang-barang tersebut ia dapat dari berbagai tempat. Mulai dari berburu dari pasar-pasar tradisional di Medan hingga luar negeri. Untuk kaset, VCD dan DVD biasanya ia mencari di kawasan Kampung Keling. Namun ia paling sering berburu ke Toko Barathi Music Center di Jl. Teuku Umar. “ Toko ini spesial menjual kaset-kaset India. Saya sering membeli kaset-kaset keluaran tahun 70-an,” ujar Dadong tak pernah menghitung berapa banyak uang yang sudah ia keluarkan demi hobinya itu.

Di antara barang koleksinya itu, yang paling spesial adalah majalah National Geographic berjudul “Di balik Layar Bollywood”. Spesial karena majalah itu edisi prototipe, tidak diperjualbelikan. Untuk mendapatkan ini, ia harus mendekati pimpinan toko buku itu.

“Majalah itu tidak dijual, hanya sampel ketika majalah National Geographic akan terbit perdana dalam edisi bahasa Indonesia. Begitu dikasih, wah luar biasa senangnya. Tapi saya lupa nama Bapak itu,” ujarnya tertawa.

Yang menarik seputar koleksinya itu adalah cerita bagaimana ia mengumpulkan poster-poster film dari tahun 80-an hingga 90-an. Pasalnya, poster-poster film itu ia koleksi dengan cara tak biasa, yakni dengan jalan mencuri! Ritual tak lazim ini dilakukannya sejak ia duduk di kelas IV SD hingga remaja.

Poster yang tadinya alat promosi dari bioskopPulo Berayan dan Bioskop Bambu di Jalan Gaharu dalam semalam berpindah ke kamar tidurnya. “ Poster-poster itu dulu selalu ditempelkan di jembatan gantung dekat rumah saya. Begitu malam tiba, jembatan itu kan sudah sunyi dan gelap, barulahsaya berani mengambilnya,” tuturnya.

Begitulah, hampir tiap malam, poster-poster film yang dipasang ditempat itu hilang. Tak aneh kalau sekarang jumlah koleksi poster film Indianya ada seratusan. Hebatnya lagi, poster-poster itu masih terawat. Di ujung poster-poster itu dia catatkan, tanggal, jam dan bioskop mana yang akan memutar film tersebut.

“ Hahaha…Mungkin kalau sekarang mereka tahu saya suka mencuri poster-poster itu, bisa gawat,” ujarnya mengenang.

Selain poster, ia juga mengoleksi kaset-kaset India. Rocky merupakan koleksi kaset pertamanya. Kaset produksi Pesona Musik Indonesia itu dibeli saat ia duduk di kelas 3 SD. Harganya ketika itu masih Rp. 1,200. Namun cover dari film yang dibintangi Sanjay Dutt dan Tina Munim itu terpaksa ia buang karena posenya seronok.

“ Covernya bergambar Tina Unim yang sedang pakai bikini di pantai. Karena saya masih kecil, covernya terpaksa saya buang karena takut dirazia orang tua,” ujarnya menunjukkan kaset tanpa cover itu.

Tak jarang pula, kaset-kasetnya ini ia pinjamkan ke beberapa radio yang memiliki program khusus lagu-lagu India.Selain koleksi kaset-kaset India keluaran tahun 70-an, ia juga punya koleksi kaset “buatan dewe”. Istilah ini untuk kaset-kaset yang ia rekam dari radio atau televisi yang memutar lagu-lagu India

Filosopi di Balik Film India

Sejatinya, booming Film India melanda Indonesia sejak era film Kuch Kuch Hota Hai laris manis di layar bioskop tanah air tahun 1999. Film yang dibintangi Sakhrul Khan dan Kajol ini, seketika merubah persepsi masyarakat kita terhadap film India. Film-film Bolliwood pun naik daun di tanah air. Yang tadinya cuma sekedar teman ibu-ibu di dapur, belakangan digemari segala lapisan. Bahkan hampir seluruh televisi swasta Indonesia berlomba-lomba menayangkannya.

Sejak itu pula, banyak bermunculan penggemar film produksi Bolliwood ini. Puluhan bahkan mungkin ratusan orang membentuk fans club. Tapi menurut Dadong, kecintaan mereka–mereka ini hanya pada tokoh-tokoh tertentu. Musiman dan ada pula yang ikut-ikutan sekadar mengikuti trend.

Bagi Dadong, film-film India tak sekedar ajang hiburan. Film India punya filosopis yang tinggi. Baginyafilm India mengajarkan kesetian, persahabatan dan kejujuran.

“ Film India itu mengajarkan kita menyayangi orang tua. Coba perhatikan, sejahat apa pun bandit di film India, pasti ada adegan menyentuh kaki orang tuanya. Ini cerminan kalau film India menghargai orang tua,” sebutnya.

“Film India juga jujur dan kritis. Mereka tak segan menjadikan polisi, menteri atau pejabat menjadi tokoh yang jahat. Beda di Indonesia, juper(maksudnya juru periksa) polisi saja tak boleh dijadikan tokoh,” sambung Dadong.

Bahan Olok-olokan

Di mata teman-temannya Dadong sangat identik dengan India. Apalagi ketika ia memakai kacamata hitam ala Amitab Bachan. Tak aneh berbagai julukan kerab ia sandang. Mulai dari Tuan Maholtra, Tuan Takur hingga Inspektur Vijaay.Namun dibalik itu, tak jarang pula ia menerima olok-olokan.

Bahkan, pernah ia nyaris bertengkar dengan temannya gara-gara hobinya terhadap film-film Indiadianggap tak beradap. “ Saya tersinggung ketika dia sebut lagu-lagu dan musik India tak beradap, karena dia suka musik jazz danpop. Untunglah saya tidak terpancing,” ujarnya.

Kini, ia tak perdulikan lagi apa kata orang. Ia merasa enjoy terhadap hobinya itu. Apalagi pacarnya adalah penyiar radio yang khusus membawakan lagu-lagu India. “ Rencananya kalau menikah nanti, saya ingin pacar saya memakai pakaian sari di foto undangan kami,” ujar Dadong yang terobsesi mengunjungi, Bolliwood.