wisata

“ Dokter, Kaki dan Tanganku Jangan Dipotong”

Malang benar nasib Misda Gulo. Penderitaan perempuan berusia 35 tahun ini seakan tak ada habisnya. Setelah putra satu-satunya Dwima Ikbal Lubis (9) meninggal di atas pangkuannya akibat gempa mengguncang Nias 28 Maret lalu, kini kaki dan tangan kirinya juga terancam akan diamputasi. Dia hanya pasrah menatap hari esok.

Laporan : Dedy Ardiansyah

Misda dirawat di Ruang V Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan bersama enam pasien lainnya. Dia hanya bisa terbaring lemah. Kepala, pipi dan sekujur tubuhnya dipenuhi luka yang sudah mengering. Sementara tangan dan kaki kirinya dibalut perban putih dan diberi penyangga akibat mengalami patah tulang. Saat TheJakartapost menemuinya Jum’at (1/4) siang, Misda tidak mengenakan baju ataupun pakaian dalam, hanya sarung hijau bermotif kotak-kotak yang menutupi tubuh lukanya.

Tolong bilang ke dokter, kaki dan tanganku jangan dipotong ,” ratapnya sendu. “Bagaimana lagi aku nanti hidup,” ujarnya lagi dengan perlahan.

Misda yang malang. Di rumah sakit, dia tanpa ditemani sanak saudara. Keluarganya sampai kini masih berada di Gunung Sitoli, Nias. Hanya perawat dan sejumlah keluarga pasien lain yang kebetulan berkunjung memberikannya nasihat untuk tetap tabah dan sabar.

Kepedihan yang masih dirasakan Misda adalah saat mengingat Ikbal, putranya yang meninggal dalam pangkuannya. Putranya itu menjerit memanggil namanya saat sebuah balok penyangga rumah jatuh tepat mengenai kepalanya. “ Maaak, jerit anakku saat balok itu menimpa kepalanya. Tapi waktu aku tanya kenapa, dia tidak dapat lagi menjawab. Ikbal sudah meninggal,” sebut Misda dengan mata berkaca-kaca.

Saat gempa terjadi, Misda sebenarnya sudah berusaha menyelamatkan anaknya yang tertidur di dalam kamar. Tapi begitu kuatnya getaran gempa, membuat dia dan putranya tertahan di dalam rumah. Mereka duduk di lantai untuk menenangkan diri. Saat itulah rumah mereka roboh dan menimpa tubuhnya dan anaknya. Selama hampir 12 jam, putranya itu tergeletak tak berdaya di atas paha kirinya.

Selain Misda, empat orang keluarganya juga terjepit dalam ruangan itu. Mereka berusaha meminta pertolongan dan keluar dari reruntuhan, namun sia-sia. Tembok tebal dan himpitan balok penyangga rumah membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa. “Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Karena suasana malam itu gelap sekali seperti di dalam gua. Aku hanya bisa menangis dan berteriak-teriak minta tolong. Tapi bantuan tidak kunjung datang,” sebutnya.

Pertolongan baru datang keesokan harinya, Selasa pagi pukul 10.00 WIB. “ Sampai sekarang aku masih mendengar jeritan suara anakku yang memanggil-manggil namaku,” katanya lirih.

Misda akhirnya dievakuasi ke Medan. Iamendapat perawatan di Rumah Sakit Pirngadi pada hari ke dua setelah bencana gempa terjadi. Dia dan sejumlah korban lainnya diterbangkan dengan menggunakan Helikopter Cinook, milik pemerintah Singapura.

Kini Misda masih menunggu hasil observasi dokter atas luka-luka yang mengakibatkan tangan dan kaki kirinya patah. Namun Misda berharap supaya dokter mempertahankan kaki dan tangannya agar dia masih bisa menyambung hidup dengan berjualan kaset-kaset VCD di pasar Gunung Sitoli. Karena selama ini, ia menafkahi keluarganya dengan menjualan keping-keping VCD bajakan.

Menurut Direktur RS Dr. Pirngadi Medan Sjahrial R Anas, nasib Misda tergantung hasil observasi tim dokter. “Amputasi adalah alternatif terakhir. Kalau hasil observasi dokter negatif, kemungkinan akan kita pasang alat penyambung saja,” ujar Sjahrial.

Sementara itu korban lainnya, Ishak Zebua ( 38) dan putrinya Lisna Zebua (12) kondisinya sudah mulai baikan. Ishak yang tertimpa tembok pada bagian punggung sudah dapat berjalan. Begitu juga Lisna, putrinya. Kondisi ke duanya kini sudah berangsur-angsur pulih.

Penduduk Kecamatan Gide ini masih menunggu kondisinya benar-benar pulih. Sebab dia masih berkeinginan untuk memulai hidup bersama istri dan tiga putrinya yang kini masih berada di Nias.

Sejauh ini ada 28 pasien korban gempa Nias yang masih dirawat di rumah sakit Pirngadi. Namun lantaran jumlah pasien umum yang dirawat di rumah sakit pemerintah tersebut penuh, para korban gempa Nias yang dirujuk ke rumah sakit tersebut dikirim kembali ke rumah sakit lain yang ada di Medan. Seperti yang terjadi pada Kamis (31/1) dimana delapan korban yang dirujuk akhirnya ditolak dan dikirim ke Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

Tinggalkan komentar